Update Berita
Home » Berita MS Jantho » Mahkamah Syar’iyah Jantho Pengadilan Terbaik Nasional dalam Eksekusi Perkara

Mahkamah Syar’iyah Jantho Pengadilan Terbaik Nasional dalam Eksekusi Perkara

Mahkamah Agung (MA) memilih Mahkamah Syari’ah (MS) Jantho dan Tapaktuan sebagai pengadilan terbaik nasional dalam hal eksekusi. Perolehan penghargaan itu disampaikan dalam momen Hari Ulang Tahun (HUT) MA yang berlangsung Sabtu (19/8) lalu. Mengenai perolehan ini menjadi sebuah motivasi bagi Ketua MS Jantho, Redha Vahlevi. Dia pun menjelaskan mengapa mahkamah syari’ah yang dipimpinnya berhasil melakukan eksekusi setiap ada pemohon yang memasukkan perkara.

“MS Jantho ketika ada yang masuk permohonan eksekusi, kami tidak main-main langsung kita selesaikan,” kata Ketua MS Jantho, Redha Valevi, usai memberi sambutan pada acara diskusi hukum waris di Kompleks MS Jantho, Senin (21/8).

Menurutnya kiat keberhasilan melakukan eksekusi sangat bergantung pada independensi eksekutor. Artinya, kata dia, tidak ada kepentingan eksekutor ke pihak penggugat atau tergugat.

“Kita tegak lurus sesuai aturan yang berlaku, insya Allah eksekusi itu akan berhasil,” kata dia seraya mengatakan MS Jantho saat ini zero eksekusi. Redha mengatakan kendala dalam pelaksanaan eksekusi biasanya sangat bergantung pada mental eksekutor. Selain itu, pemahaman tehadap konteks isi keputusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan juga keinginan menjadi faktor lain dalam sukses atau tidaknya eksekusi dilakukan.

Dalam kesempatan diskusi tersebut, Redha juga menyampaikan tujuan mengapa MS Jantho mengambil tema eksistensi dan perkembangan hukum waris Islam serta teknik penanganan perkara waris.

“Kita tahu Aceh pernah dilanda tsunami, jadi ada beberapa level waris yang menjadi hilang karena gempa dan tsunami tersebut, sehingga ada perdebatan perdebatan selanjutnya yang sampai hari ini belum selesai,” ungkap Redha.

Selain itu, pembangunan tol di wilayah Aceh Besar turut memicu sengketa ahli waris. Apalagi dalam perkara ahli waris terdapat beberapa generasi yang hilang akibat tsunami dan juga konflik Aceh.

“Apalagi ada pembangunan tol, otomatis filantropi Aceh Besar dan secara riil di masyarakat terdapat sengketa-sengketa, di mana generasi yang mewarisi sudah hilang akibat tsunami, konflik. Jadi perlu ada penggalian pembuktian oleh hakim, penentuan-penentuan hak waris sesuai dengan fiqih warisan sebagaimana dalam Al-Qur’an,” kata Redha.

Melalui diskusi tersebut, MS Jantho turut mengundang beberapa narasumber kunci Hakim Agung Kamar Agama MA, Dr Edi Riadi, dan Ketua Mahkamah Syari’ah Aceh, Dr Rafi’uddin. Selain para hakim MS Jantho, kegiatan ini dihadiri para hakim di wilayah I seperti MS Sabang, MS Calang, Banda Aceh, Sigli, dan Meureudu. Sumber: habaaceh.co.id

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

× Chat Kami